Rabu, 04 Mei 2011

Perumpamaan Tentang Ban Bocor


4 November 2008
Hari ini saya mengendarai motor menuju ke suatu tempat. Saya pacu gas agar cepat tiba di tempat tujuan.

Dalam perjalanan tersebut saya bertemu berbagai macam rintangan, halangan dan hambatan; penyeberang jalan yang dengan seenaknya sendiri menyeberang tanpa memperhatikan sekelilingnya; pengendara lain yang seenaknya mendahului atau belok tanpa memberikan tanda; banyak pula kendaraan besar baik bus maupun truk yang juga menghambat laju kendaraan saya; dan banyaknya persimpangan jalan serta lampu merah membuat saya harus extra hati-hati, atau kalau tidak saya akan terhenti karena kecelakaan. Rasanya ingin cepat sampai tempat tujuan.

Tiba-tiba motor saya oleng. Ternyata ban depan motor saya bocor, suatu hal yang benar-benar tidak saya inginkan, dan tentu saja yang juga tidak orang lain inginkan. Hm… Perjalanan saya terhenti. Sebuah paku kecil menembus ban depan saya, kecil memang, tetapi tajam, dan membuat perjalanan saya terhenti. Satu hal yang harus saya segera lakukan, cabut paku tersebut dan menambalkan ban saya.

Tidak jauh dari saya berhenti, terdapat bengkel yang juga bisa menambal ban bocor. Ketika menunggu ban sepeda motor yang sedang dicabut pakunya dan ditambal oleh sang ahli, tukang tambal ban, saya tersadar akan suatu hal dan mendapat suatu pelajaran yang sangat berharga.


Perjalanan saya itu diumpamakan sebagai perjalanan hidup kita masing-masing dalam mencapai sebuah tujuan yang telah Tuhan tetapkan dalam kehidupan kita. Dalam perjalanan itu ada banyak sekali hambatan, rintangan atau pun halanga dan bisa diumpamakan rintangan itu adalah kendaraaan besar, penyeberang dan pengendara lain yang bertingkah seenaknya yang mengharuskan kita selalu waspada dan hati-hati agar perjalanan kita tidak terhenti.

Banyaknya persimpangan dalam perjalanan hidup kita, juga membuat kita lebih berhati-hati dalam memilih, ikut kehendak Tuhan atau yang lain.

Lalu bagaimana dengan ban bocor?
Ban diibaratkan seperti hati kita, yang rusak karena ada sesuatu yang menusuk. Hati kita terluka karena tusukan, dimana tusukan tersebut berasal dari luar diri kita. Perkataan kasar bahkan menyakitkan yang keluar dari teman-teman kita sekelas, saudara kita, orang tua kita, bahkan sahabat atau pacar kita membuat hati kita terluka.

Apa yang harus kita lakukan?
Seperti pada kasus ban bocor tadi, jika ban motor kita bocor, kita datang ke ahli tambal ban.

Jika hati kita yang bocor?
Ya… ke Seseorang yang ahli “menambal” hati kita; Tuhan.

Paku yang menusuk tadi otomatis harus dikeluarkan dari ban saya, demikian juga kita harus mau mencabut segala sesuatu yang menusuk hati kita.

Bagaimana caranya mencabut sesuatu yang menusuk hati kita?
Dengan FF (Forgive & Forget), kita harus mau mengampuni siapa pun yang telah membuat hati kita terluka. Tak cukup mengampuni, kita harus melupakan perbuatannya, walau hal ini sulit dilakukan.

Ketika kita ingat perbuatannya, dengan segera kita harus mengingatkan diri kita sendiri bahwa kita sudah mengampuninya, dan terus berpikir positif tentang orang tersebut.

Apakah dengan mencabut paku tersebut, sudah beres permasalahannya?
belum. saya harus mempersilakan sang ahli tambal ban untuk menambal ban saya yang bocor tadi. Demikian pula ketika kita sudah FF, kita harus mau mempersilakan Tuhan untuk membalut hati kita yang terluka

Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;
Mazmur 147:3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar